Zona Nggak Nyaman.
Benar kata
orang, kalau merantau itu tidak seenak tinggal dengan orang tua. Tapi,
hikmahnya banyak, kamu bisa hidup mandiri, dan tau bagaimana caranya berjuang.
Yap benar sekali, tentang berjuang, contohnya saat ini saya sedang berjuang
melamar kerja kesana kemari, berjuang juga mencari tempat makan yang cocok di
lidah karena disini makanannya manis semua, dan berjuang juga dalam merencanakan
pengeluaran menjadi lebih minimal.
Perlahan,
langkah ini mulai terasa berat. Mencari kerja itu tidak semudah kamu masukkan
lamaran pekerjaan terus langsung dipanggil untuk Interview, atau setelah kamu
Interview saat kamu memberikan jawaban berwibawa dan bonus sedikit senyum
manis, terus langsung diterima bekerja, jawabannya “Tidak” saudara-saudara.
Cari kerja itu sulit. Tidak semudah saat kamu browsing lowongan pekerjaan di
Google yang keluarnya banyak banget, tapi yang dibutuhkan cuma satu-dua orang
saja, sedangkan yang melamar beribu. “Sedangkan saya mah apa atuh, punya skill
yang biasa-biasa saja, cuma punya modal nekat aja ke Jakarta”.
Disini,
ternyata bukan cuma cari kerja saja yang susah, mencari makan yang sesuai
dengan selera dan lidah santan juga sulit. Warteg dan warkop berserakan
dimana-mana, apalagi di daerah kosan saya yang kebetulan dekat dengan kampus
Trisakti. Jadi rata-rata banyak yang jualan makanan ala anak kosan disini,
lumayan murah sih harganya, tapi nggak banget rasanya.
Sayangnya,
saya belum bertemu dengan Restoran padang disini, jadi hari-hari makannya
ditelan saja apa adanya, yang penting sesuai dengan kantong, dan tabungan masih
aman karena nggak mahal. Ini keluhan yang pertama, menjadi dilemma saat
bulan-bulan pertama saya tinggal disini. Kalau saja Ibuk tau cucunya seperti
ini, pasti dikirimkannya bang Onal untuk menjemput adiknya pulang. Tapi, baru
satu bulan, masih ada dua bulan lagi masa percobaan yang diberikan Mama untuk
merantau ini. Semoga dalam beberapa minggu kedepan sudah dapat kerja, biar
nggak diseret pulang sama keluarga.
Lanjut
keluhan yang kedua, yaitu permasalahn yang cukup berat, soal pengeluaran yang tak
terduga, dan biayanya hampir sama dengan biaya makan saya sehari. Saya disini
tidak punya apa-apa, hanya bawa badan dan koper isi baju saja. Untuk melamar
pekerjaan itu kan butuh banyak kertas surat lamaran, seperti CV, ijazah,
transkirip nilai, dan surat referensi lainnya, sedangkan saya nggak punya
printer disini, ya otomatis ke abang-abang fotokopi kan sama abang tukang
print. Dan saya baru tau bahwa harga print selembar kertas disini itu lebih
mahal dibandingkan dengan harga print di kampus saya dulu. Selembar kertas yang
di print itu harganya Rp. 2.000/ lembar, dan untuk fotokopi Rp. 500/ lembarnya.
Dikalikan sepuluh lembar kan lumayan, tiba-tiba ingat sama mesin printer
dirumah yang menganggur. Andai saja waktu itu saya bawa.
“bang ngeprint yak, ini masing-masing sepuluh
lembar, trus KTP ini juga di fotokopi sepuluh lembar” sambil menyodorkan file-file
lamaran pekerjaan saya.
“iyap.. jadi yang di print 50 lembar dan Fotokopi 10?
“iyap bang..”
Sambil
menunggu si abang kerjaanya selesai, saya sibuk dengan Inbox Gmail yang ada
jadwal Interview lagi besok hari.
“dek, nih sudah, semuanya jadi Rp.
105.000 ?”
“hah?” punya saya bukan??? Kaget
naudzubillah pengen copot nih jantung.
“iya, yang print 50 lembar sama
fotokopi 10 lembar kan?”
“hah..iya..” bengong sambil melihat
lembaran-lembaran yang diberikan kepada saya.
“ngeprint selembarnya berapaan
bang?”
“print selembarnya duaribu, fotokopi
selembarnya limaratus..”
“hah ngeprint selembar kertas
duaribu bang? Nggak salah? Kan bukan warna..”
“sama aja dek warna sama nggak..”
Si abang
cari berantem nih, tau banget wajah dungu ini nggak tau apa-apa, dikerjain.
Yaudahlah, sudah terlanjur ngeprint dan fotokopi jadi dibayar aja. Kapok banget
ketemu sama si abang-abang itu lagi. Nggak bakalan saya balik kesana..
hufttttt.
Jika
tulisan ini saya lanjutkan, akan banyak keluhan-keluhan lainnya yang akan saya
jabarkan. Mulai dari yang kecil-kecil sampai yang besar. Tapi itu kan tidak
baik, karena mengeluh hanya akan menyempitkan hati saya “itu kata Ibuk”.
Katanya
Jakarta asyik, tapi saya belum menemukan bahwa Jakarta se-asyik yang anak-anak
ABG di Film FTV itu katakan. Apa karena saya bukan Artis ya, hanya seorang
rakyat biasa yang untuk membayar fotokopi saja mengeluhnya seharian.
Tapi,
walaupun Jakarta nggak se-asyik itu, saya nggak mau pulang ke Padang sebelum
mendapatkan pekerjaaan. Saya harus bisa membiayai makan dan ongkos sehari-hari,
biar nggak malu lagi minta sama Mama dan Papa. Saya harus semangat cari kerja,
jiwa anak perantaunya harus benar-benar keluar nih, biar nanti pulang ke Padang
lagi sudah bisa buat keluarga bangga.
Kerja Di Bank.
Kalau
rejeki nggak akan kemana, nggak akan ketukar kalau kata Ibuk di kampung. Benar
banget. Yeay… Alhamdulillah saya sudah dapat pekerjaan sekarang. Rejeki yang
luar biasa buat saya, sampai-sampai mengucapkan syukur sepanjang perjalanan
menuju kosan setelah selesai Interview terakhir tadi siang.
“oke, Nola.. tes kamu bagus, memenuhi syarat kita,
dan kamu bisa kesini lagi besok pagi jam setengah 8 ya, pakaian rapi” si mas
Budi bilang.
“besok? Ada tes lagi ya mas Budi?
“emangnya kamu masih mau di tes lagi?? Kamu besok
udah mulai kerja.. tandem dulu ya sama mba Eno. Besok saya kenalin, dan jangan
telat yak!!”
“Alhamdulillah.. beneran mas? Wah makasih ya mas..
makasih” cengengesan kaya anak kecil dapat permen.
Mendapatkan pekerjaan di rantau itu sesuatu
banget, seperti sebuah harapan yang besar buat saya, karena sudah dari dulu
saya memimpikan ini, dan akhirnya datang juga. Tuh kan, saya percaya jalan
Allah itu menarik. Cukup sabar aja yang banyak, dan tetap semangat lalu
tawakal, Insya Allah dapat.
Karena
kelewat senang, saya sampai telpon orang sekampung. Bangga sama diri sendiri
bisa juga menembus dunia pekerjaan yang katanya sulit mendapatkannya, apalagi
kalau kerjanya di Bank. Waduh bisa-bisa jadi omongan nih sama sanak sodara.
Sambil senyum-senyum sendiri karena masih belum percaya. Ya, walau beda jurusan
dengan kuliah saya, tapi nggak apa-apalah, buat pengalaman dulu. Sambil nanti dicari
lagi yang sesuai dengan hati dan hobi.
Di kampung,
kerja di Bank itu adalah sesuatu yang “wahh” banget apalagi buat orang tua.
Katanya siapa yang bisa masuk kerja disana itu hebat, tapi kenyataannya itu
tidak. Benar-benar tidak seindah saat kita lihat wajah wajah cantik berseri nan
ramah para Teller dan Customer Service nya.
Kerja di
Bank itu dikejar-kejar target, kalau sudah closing akhir bulan bahkan bisa
pulang hingga larut malam, bahkan bisa lho hari libur tetap masuk. Parah kan?
Seperti dipingit, nggak bisa apa-apa dan nggak bisa kemana-mana, cuma bisa
kerjakan pekerjaanmu sebaik mungkin agar tetap diperpanjang kontrak kerjanya.
Syukur-syukur dapat insentif, kalau enggak yang gigit jari aja dulu.
Tentang
kerja di Bank yang sudah membuat Mama, Papa, ibuk, Amak, dan Anduang bangga di
kampung, membuat saya lega. Karena mereka tidak perlu lagi mengkhawatirkan
saya. Terlepas dari rasa lelah yang saya rasakan menjadi anak baru di kantor
ini, buat saya yang penting keluarga bangga. Itu saja, sudah cukup.
“dapat
kerja.. dapat kerja.. yeay.. yeay..”
Ada Yang Suka.
Siang itu
lagi ngolect Nasabah Infinit yang udah sebulan nggak bayar kartu kreditnya.
Tiba-tiba mba Yuni, berbisik dari samping.
“Nol, perhatiin cowok sipit itu deh,
tiap kali dia lewat depan lu, ngelirik lu terus tauk!”
“hah? Yang mana? Masa sih?”
“noh, yang itu tuh yang pake kemeja garis-garis
coklat” sambil menunjuk kearah yang bersangkutan.
“ooooo, bukan gue kali, mba Enno mungkin?” karena
kebetulan saya duduknya sebelah-sebelahan dengan mba Enno dan mba Yuni.
“ih, beneran elu Nol! Yaudah, kita
perhatiin sama-sama ya pas dia lewat lagi nanti!”
“ciyeeee nolnol.. ada yang suka”
saut mba Enno karena mendengar pembicaraan kita.
Di kantor,
kubikel kita berjajaran satu sama lainnya. Jadi kita duduknya
samping-sampingan, lebih leluasa buat gossip emang, daripada duduk
depan-depanan yang harus bersorak dulu baru dijawab. Nah kebetulan, kubikel
team saya tempatnya paling ujung dekat dengan Toilet. Jadi, selantai ini, kalau
ada yang mau ke Toilet, pasti ngelewatin meja kita dulu. Berarti kalau yang
bersangkutan ke Toilet pasti lewat di depan kita. Siap-siap jadi bahan omongan.
“Nol, lu perhatiin ya, doi datang tuh” mba Yuni
sambil berbisik kearah saya dan memonyongkan bibirnya kearah cowok berkemeja
garis-garis coklat tersebut.
Satu, dua,
tiga, kami menghitung bersama-sama. Dan tadaaa… saya langsung mengambil botol
air minum dan meminumnya. Nggak sadar bahwa botol minuman tersebut airnya
kosong karena belum saya isi. Gelagapan atau ge-er duluan ya! Saat wajah yang
bersangkutan ternyata memang kepergok menatap kearah saya. Oh my God…
“Nol, lu ngapain?” mba Enno lagi memperhatikan botol
air minum saya yang kosong sambil nunjuk-nunjuk dan ketawa.
“ciye Nola, malu-malu kucing, kucing aja nggak malu
diperhatiin” mba Yuni menang banget rasanya, kalau omongan dia itu memang
benar.
Obrolan
kita sampai kedengeran sama SPV, mas Budi. Dia heboh sendiri waktu tau saya ada
yang suka. Katanya sih saya jomblo akut, jadi waktu tau ada yang suka mereka
seperti celebrate gitu, hedeuh
sebegitu nggak lakunya saya ya?
“ciye, Nola ada yang suka juga?” sambil nongolin
kepalanya kearah kubikel-kubikel kita bertiga.
“hajarrr Nola..” sambung mba Yuni.
“Bud, sampe anak lu gelagapan minum
botol kosong!!” timpa mba Enno.
“hahahahaha…” mereka semua tertawa,
dan habislah saya cuma bisa diam.
Di kantor
keseharian kita memang lebih santai, tapi soal target, kita nggak bisa dibilang
santai. Itu hanya milik pribadi masing-masing orang yang kerja di dalam sini.
Jika wajahnya baik, manis, dan bersahabat, tapi dalam pekerjaan kita bisa
saling tikung menikung mengejar target. Sudah biasa banget, tapi kalau soal jiwa
persahabatan, kita akan dengan gampangnya bilang “jalanin amplop coklat yuk,
bokapnya dia masuk R.S” itu keren buat saya.
Lanjut
cowok berkemeja coklat garis-garis, siapa dia? Karena dari sekian banyak cowok
disini yang hampir saya tau wajah-wajahnya, kenapa yang satu itu luput dari
pandangan saya ya selama ini. Atau memang baru masuk?
“bener kan Nol, lu sih nggak percaya sama gue!”
sambung mba Yuni setelah istirahat makan siang.
“au ah mba.. gue mau sholat dulu yak.. mau doa biar
banyak dapat Insentif” sebenarnya sih saya menghindar karena males jadi bahan
obrolan teman-teman sebangku.
Jodoh itu
seperti apa sih ya? seperti inikah? Saat diobrolin atau saat sedang saya
pikirkan, tiba-tiba dia nongol di depan mata. Di Musholla siang itu, yang lagi sholat
ternyata dia and the genk nya, dan cuma saya perempuan satu-satunya. Sebenarnya
sih nggak apa-apa, tapi yang jadi masalahnya disana ada mas Budi. Dan mas Budi
ini punya Hobbi heboh sendiri dari dulu. Habislah saya hari ini kalau sampai
dia membuka cerita tadi.
“eh, lu siapa namanya?” mas Budi
nunjuk kearah cowok berkemeja coklat garis-garis.
“Riyu mas..” dia menjawab.
Didalam
hati saya, oo.. kamu namanya Riyu. Setelah itu balik lagi kepada keadaan yang
sedang sengit. Hati saya mulai nggak enak, karena sepertinya akan malu disini.
“cewek ini pengen kenalan sama lu..” mas Budi bikin
saya malu di depan teman-temannya segenk, awwwwww.
Siang itu
sepertinya saya sudah digariskan untuk malu, jadi nggak bisa berbuat apa-apa
lagi selain malu. Walau dalam hati kesel banget sama kelakuan mas Budi
menjatuhkan harga diri saya buat kenalan sama Riyu. Padahal kan enggak sama
sekali. Awwwwwww lagi.
Yap,
namanya Riyu. Baik banget asli, ramah lagi, wajahnya oriental, matanya yang
sipit membuat senyumannya menjadi manis. Ah Riyu, kamu ini membuat saya
begadang nanti malam.
Mama Kebelet.
Apa
yang dilakukan seorang Ibu ketika tau anaknya sudah punya pacar dirantau? Yap,
disuruh nikahin anaknya. Kalau enggak, anak perempunanya nggak boleh diajak
pacaran! parah kan? Eh, apakah itu cuma Mama saya saja? Atau Mama lainnya yang
Anak Gadisnya juga tinggal di perantauan melakukan hal yang sama seperti Mama
saya lakukan? Atau ini hanya ke-lebay-an Mama saya saja yang sudah kebelet pengen
punya mantu.
Baiklah,
kali ini saya akan perkenalkan pacar saya, namanya Riyu. Kita jadian mamen..
(sambil gerakin tangan ala Raper gitu). Dia Sunda pisan, lahir di Sukabumi,
sekolah di Bandung, dan orang tuanya di Rangkasbitung. Mencar-mencar gitu ya!!
Tapiii..,
kali ini saya bukan menceritakan tentang kenapa saya dan Riyu sampai Jadian.
Karena ceritanya panjang banget kaya’ tali monyet di Kampung. Tetapi menceritakan
tentang Mama saya yang sudah kebelet banget pengen punya mantu. Jadi begini
ceritanya, saat itu kita lagi telpon-telponan.
“Mam, ingat Riyu nggak yang waktu
itu Nola ceritain?”
“iya dek, kenapa?” Mama langsung
ketus gitu, takut dia apa-apain anaknya.
“dia nembak Nola mammmmm….” Sambil
senyum-senyum geli sendiri diatas kasur.
“hah? Allll..Ham…Du..Lillah..” Mama
nyebut apa berdoa ya itu?
“hihiii, kemaren nola diajak makan
malam Mam!”
“trus..truss dek.. gimana lagi
ceritanya, dia ngomong apa aja!” maafkan Mama saya yang kepo. Semoga cuma Mama
yang seperti itu, kalau banyak, kasian anak Gadis diluar sana yang makan hati.
“yaa gitu deh Mam.. katanya suka, Nola
lucu, dann… ya gitu deh Mam!” malu-malu.
“baik nggak dek? Orang mana?”
“ba-ik banget Mam, ramah lagi
orangnya, dia orang Sukabumi.”
“oooo, kapan-kapan Mama ngobrol ya
sama dia..”
“boleh boleh.. nanti kalau Mama
nelpon pas Riyu lagi disini, nanti Nola kasih ke Mama ya! Tapi jangan ngomong
yang macam-macam dulu”
“iyaa, gampang, paling nanyain kapan
ke Padang?”
“yaelah si Mama…, jangan ekstrim
gitu deh pertanyaannya, baru pacaran ini Mam!!”
“yaiyalah, Mama tuh lagi cari Menantu,
bukan cari teman buat kamu!”
“ah Mammm.. ngak asyik banget sih
telponannya sekarang! mau ngobrol sama Papa aja atau bang Onal deh..”
Sepertinya
mama memang sudah kebelet banget pengen punya mantu. Selain percakapan diatas,
beberapa minggu kemarin setiap kali kita telponan, dan saya tanya “Mam, hari
minggu gini kemana?” terus mama akan senangnya menjawab “ke pesta Pernikahan
anak temennya” dan menceritakan semua keseruan-keseruan disana. Seperti
catering yang enak, pelaminan yang cantik, model baju Anak Daro yang bagus, dan
banyak lagi keseruan lainnya yang beliau nggak akan berhenti kalau sedang
membicarakannya. Dan diujung cerita Mama akan dengan gampangnya bertanya, kamu
kapan?
“dek kapan?”
“tabungannya aja nggak nambah-nambah
Mam, emangnya Mama yang mau biayain semua Resepsinya?” itu jawaban yang paling
bisa buat mama diam.
Saya
tau mama itu sayang banget sama anaknya ini, karena kata mama, cuma mau lega
aja hatinya kalau ada yang jagain anaknya disini. Biasalah korban berita di TV
yang katanya banyak penculikan, pemerkosaan, rampok, begal, dan kecelakaan.
Jadi, kalau ada yang jagain disini kan tenang. Iya sih tenang, tapi kan bukan
suruh anak orang ngelamar saya besok pagi juga! Kan kasihan. Soalnya nggak tega
sih lihat wajah Riyu jadi banyak pikiran karena dikejar-keja calon Mama mertua.
Udah sayang soalnya. Oups…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar